Tuesday 1 July 2014

Bolehkah Istri Minta Cerai ?

Sumber Gambar Disini

Compiled by: ANDIKA MAULANA

I.                   PENDAHULUAN
Perkawinan adalah suatu ikatan perjanjian yang telah diikat oleh Allah antara seorang pria dengan seorang wanita. Sesudah melakukan akad, masing-masing disebut suami dan istri atau zauj dan zaujah.
Al-Qur’an menggambarkan kekuatan ikatan antara suami istri ini, dengan suatu lukisan dalam surat Al-Baqarah ayat 187 sebagai berikut:
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Redaksi ini memberikan suatu pengertian bahwa seorang suami dan isteri saling melengkapi satu sama lain. Mereka seperti bangunan dimana jikalau hilang salah satu pondasi dari bangunan tersebut, niscaya bangunan itu akan roboh. Oleh karena itu, masing-masing suami isteri mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijaga baik-baik.[1]
Suami dan istri, dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, pasti akan menemukan permasalahan-permasalan, entah permasalahan itu timbul dari suami maupun istri. Ketika masalah tersebut tidak menemukan jalan keluar, dan berpisah merupakan jalan terbaik bagi mereka, apakah istri tidak boleh meminta cerai?    Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menguraikan tentang bagaimana menyikapi hal tersebut. Oleh karena itu, simaklah makalah kami berikut ini!
    
II.                POKOK PEMBAHASAN
A.    Teks Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
B.     Syarah Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”

III.             PEMBAHASAN
A.    Teks Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”

            Dari Tsauban RA, dari Nabi SAW bersabda:Wanita mana saja yang meminta talak kepada suaminya tanpa ada alasan (yang dibenarkan oleh syar’i), maka haram baginya mencium wangi Surga.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi serta ia meng-hasan-kannya, dan Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya).[2]

B.     Syarah Hadits Tentang “Perempuan Meminta Cerai Tidak Akan Mencium Bau Surga”
Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, setiap wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i, yaitu segala yang dapat mengakibatkan keduanya sudah tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka haram bagi wanita tersebut mencium wangi surga.
Maksud dari kata-kata “haram bagi wanita tersebut mencium wangi surga” adalah Allah akan menjauhkan mereka dari sesuatu yang dapat mendekatkan mereka kepada surga.[3]
Rasulullah SAW bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi:

“Para istri yang minta cerai (pada suaminya) adalah wanita-wanita munafik.”[4]
Dari Ibnu Umar RA, dari Nabi SAW bersabda: “perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq.” (HR. Abu Dawud dll).[5]
Namun ketika seorang perempuan tersebut meminta cerai kepada suaminya dengan alasan yang dibenarkan oleh syar’i, maka hal tersebut diperbolehkan.
Ibnu Abbas RA berkata: “Isteri Tsabit ibn Qais ibn Syammasy datang kepada Nabi SAW, lalu berkata: “ Ya Rasulullah SAW, saya tidak mencela Tsabit, karena perangainya dan tidak pula karena agamanya. Tetapi saya tidak suka mengingkari kebajikan suami dan memnuhi haknya lantaran benci kepadanya di dalam Islam. Maka berkatalah Nabi SAW,: “ Apakah engkau mau mengembalikan kebunnya? Dia menjawab: “Saya mau. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Terimalah kebunmu dan talaklah dia satu talak”. (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i).[6]
Hadits di atas menyatakan, bahwa khulu’ (membeli talak dari suami dengan sejumlah uang) adalah suatu dal yang dibolehkan. Dan menyatakan, bahwa ‘iddah perempuan yang berkhulu’ itu, adalah satu kali haid.
Khlulu’ ialah melepaskan atau menceraikan isteri dengan cara menerima sejumlah pembayaran dari isteri.
Seluruh ulama selain dari Bakr ibn Abdullah Al-Muzani, seorang ulama tabi’in menetapkan bahwasannya khulu’ dibenarkan oleh agama.
Hadits ini menyatakan, bahwasannya khulu’ sah dilakukan baik karena sikap suami, maupun karena sikap si isteri sendiri. Ibnu Mundzir tidak membolehkan khulu’ sebelum ada perselisihan yang terjadi antara suami isteri. Pendapat Ibnu Mundzir ini sesuai dengan pendapat Thawus, Asy-Sya’bi, dan segolongan Tabi’in.
Segolongan ulama berpendapat: bahwasannya syarat sahnya khulu’, ialah kedurhakaan isteri. Jumhur ulama, Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i, menetapkan bahwa syarat yang demikian tidak diperlukan. Sebagian ulama tidak membolehkan pembayaran khulu’ lebih banyak dari jumlah mas kawin.
Asy-Syafi’i dan Malik membolehkannya kalau khulu’ terjadi lantaran nusyuz si isteri. Jumhur ulama membolehkan tanpa syarat.
Atha’, Thawus,  Ahmad, Ishaq dan sebagian ulama tidak membolehkan.
Perintah Nabi SAW kepada suami untuk menceraikan isteri yang dipandang tidak akan dapat hidup rukun dan damai lagi, menyatakan, bahwasannya hakim boleh menyuruh khulu’. Dengan memperhatikan hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah ini, dapatlah kita menetapkan bahwasannya khulu’ itu dibolehkan apabila timbul hal-hal yang menghendakinya.
Tidaklah diragui lagi bahwa apabila si isteri tidak menyenangi sikap suaminya, maka bolehlah ia meminta kepada suaminya supaya menjatuhkan talak dengan menerima sejumlah pembayaran dan suami boleh menerima pengembalian itu.[7]  
            Sedangkan alasan yang banyak dikemukakan oleh para wanita yang menuntut cerai dari suaminya pada zaman sekarang ini, datang dari hawa nafsunya sendiri. Karena kurangnya pemahaman terhadap agama dan tidak adanya rasa qana’ah (merasa puas) terhadap suami, sehingga mengakibatkan timbulnya konflik di dalam rumah tangga. Dan seorang istri yang bertakwa kepada Allah Ta’ala, sekali-kali tidak akan meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at, meskipun orang tuanya memerintahkan hal itu kepadanya.
            Karena suami memiliki hak yang lebih besar atas dirinya melebihi orang tuanya sendiri. Dengan demikian, apabila wanita tersebut lebih memilih untuk mengabulkan keinginan kedua orang tuanya dan merelakan kehancuran rumah tangganya, maka dia telah bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

IV.             KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
setiap wanita yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh syar’i, yaitu segala yang dapat mengakibatkan keduanya sudah tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka haram bagi wanita tersebut mencium wangi surga.
Namun ketika seorang perempuan tersebut meminta cerai kepada suaminya dengan alasan yang dibenarkan oleh syar’i, maka hal tersebut diperbolehkan.
Tidaklah diragui lagi bahwa apabila si isteri tidak menyenangi sikap suaminya, maka bolehlah ia meminta kepada suaminya supaya menjatuhkan talak dengan menerima sejumlah pembayaran dan suami boleh menerima pengembalian itu

V.                DAFTAR PUSTAKA
Al-Mundziri , Abdul Adhzim bin Abdil Qawi, At-Targhib wa At-Tarhib Min Al-Hadits Asy-Syarif, ttt, Dar Al-Fikr, tt

Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad hasbi, Koleksi Hadits-Hadits Hukum 4, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2011.

Qardhawi, Muhammad Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy dari “ Al-Halal wa Al-Haram Fii Al-Islam”, ttt, pt. bina ilmu, tt.




[1] Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, diterjemahkan oleh H. Mu’ammal Hamidy dari “ Al-Halal wa Al-Haram Fii Al-Islam”, (ttt, pt. bina ilmu, tt), h. 277.
[2] Abdul Adhzim bin Abdil Qawi Al-Mundziri, At-Targhib wa At-Tarhib Min Al-Hadits Asy-Syarif, (ttt, Dar Al-Fikr, tt), h. 83-84.
[3] Ibid, h. 84.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Teungku Muhammad hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadits-Hadits Hukum 4, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2011), h. 185.
[7] Ibid. h. 186-187.

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Comment Dan Share Setelah Membaca :)