Compiled by: Andika Maulana
PENDAHULUAN
Tujuan mencantumkan Pancasila dalam pembukaan
UUD 1945 sejak semula adalah dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya
pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan yang terpenting /
tertinggi di Indonesia, maka Pancasila merupakan sumbernya segala sumber hukum
yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.Oleh karena itu bagi
para Pejabat Pemerintah, Pancasila harus dijadikan pegangan pokok dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari dan merupakan sumber pokok dalam mengatur
kehidupan masyarakat pada umumnya.
Dilihat dari materinya, maka
Pancasila ini bukan merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia, karena ia
digali dari adat istiadat dan pandangan hidup bangsa dan telah merupakan jiwa
dan kepribadian bangsa, karena unsur-unsurnya telah berabad-abad lamanya
terdapat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila adalah
pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa, yang sekaligus juga merupakan
tujuan hidup bangsa Indonesia.
Dilihat dari proses penyusunannya, maka
Pancasila ini merupakan perjanjian luhur dari segenap rakyat Indonesia, yang
telah disepakati oleh para wakilnya menjelang dan sesudah proklamasi
kemerdekaan Indonesia, dan telah diuji kebenaran dan kesaktiannya dalam
mengatasi segala bentuk kehidupan masyarakat yang beraneka ragam, sehingga
Pancasila ini juga merupakan sarana yang sangat baik dalam mempersatukan segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.[1]
Itulah sekilas gambaran Pancasila sebagai Dasar
Negara, atau sering disebut sebagai dasar Falsafah Negara, atau sering disebut
juga sebagai Ideologi Negara. Pada Makalah kali kami akan membahas lebih detail
lagi tentang Pancasila Sebagai Ideologi Nasional yang Insya Allah akan kami
sistematiskan pembahasannya dalam bab dua.
POKOK PEMBAHASAN
1.
Pengertian dan
Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
a.
Pengertian
Ideologi
b.
Makna Ideologi
bagi Bangsa dan Negara
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
b.
Komunisme
c.
Fasisme
d.
Paham Agama
e.
Radikalisme
f.
Konservatisme
g.
Ideologi
Pancasila
3.
Makna dan
Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan
Negara
a.
Pengertian
Ideologi
Ideologi berasal dari kata “idea” dari
bahasa Yunani “eidos”, yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar,
cita-cita” dan logos yang berarti ilmu. kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani
yang artinya bentuk. Ada lagi kata “idein” yang artinya melihat.Secara harfiah,
Ideologi dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of
ideas) atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.
Pengertian lain secara harfiah, Ideologi
berarti “ a system of idea” suatu rangkaian ide yang terpadu menjadi satu.
Dalam penggunaannya, istilah ini dipakai secara khas dalam bidang politik untuk
menunjukkan “seperangkat nilai yang terpadu, berkenaan dengan hidup
bermasyarakat berbangsa dan bernegara”.
Secara umum Ideologi adalah seperangkat gagasan
atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu
sistem yang teratur. Dalam Ideologi terkandung tiga unsur, yaitu:
1.
Adanya suatu
penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
2.
Memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
3.
Memuat suatu
orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.[2]
Ideologi dapat diartikan sebagai suatu
pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang mempunyai dan
dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu
secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama
dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka. Akan tetapi, sebagaimana kita
ketahui, dalam realitanya suatu masyarakat mempunyai berbagai macam kelompok
kepentingan yang dilahirkan oleh adanya perbedaan-perbedaan sosial, ekonomi,
agama atau entah apalagi.Masing-masing kelompok sosial ini biasanya mempunyai
pula pandangan atau sistem nilai tertentu yang mereka pegang sebagai landasan
dalam usaha mereka untuk memajukan kepentingan-kepentingan mereka yang
spesifik.Pandangan atau sistem nilai yang seperti ini mungkin dapat dianggap
sebagai sub-Ideologi. Dengan demikian, bila mana diteliti dengan cermat akan
terlihat bahwa di dalam suatu Ideologi tertentu tercermin sejumlah
sub-Ideologi. Disini Ideologi tampak sebagai jelmaan dari hasil suatu konsensus
bersama dari berbagai kelompok atau golongan kepentingan.
Professor Lowenstein pernah berkata “Ideologi
adalah suatu penyelarasan dan penggabungan pola pemikiran dan kepercayaan, atau
pemikiran bertukar menjadi kepercayaan, penerangan sikap manusia tentang hidup
dan kehadirannya dalam masyarakat dan mengusulkan suatu kepemimpinan dan
memperseimbangkannya berdasarkan pemikiran dan kepercayaan itu.”
Apabila jalan pemikiran ini kita ikuti, maka
salah satu dimensi dari Ideologi adalah pencerminan realita yang hidup dalam
masyarakat dimana ia muncul buat pertama kalinya, paling kurang realita pada
saat-saat kelahirannya itu. Dengan perkataan lain, Ideologi merupakan gambaran
tentang sejauh mana suatu masyarakat berhasil memahami dirinya sendiri. Kalau
begitu, daya tahan suatu Ideologi antara lain tergantung pada tinggi atau
rendahnya kemampuan intelektual mereka yang melahirkannya dalam meneliti dan
menganalisa masyarakatnya secara obyektif. Kalau kemampuan itu tinggi, maka
Ideologi yang lahir akan mempunyai relevansi yang kuat dengan jiwa dan
kehidupan masyarakatnya, dan sebaliknya.
Dimensi lain dari Ideologi adalah lukisan
tentang kemampuannya memberikan harapan kepada berbagai kelompok, atau golongan
yang ada pada masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik
dan untuk membangun masa depan yang lebih cerah. Dimensi ini dapat disebut
sebagai unsur Idealisme dari Ideologi. Dalam hal ini, Idealisme dapat dianggap sebagai
motor penggerak yang membangkitkan hasrat anggota-anggota masyarakat untuk
hidup bersama dan bersatu, menggairahkan partisipasi mereka kedalam usaha-usaha
bersama seperti pembangunan.[3]
b.
Makna Ideologi
bagi Bangsa dan Negara
Makna Ideologi Pancasila adalah sebagai
keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bagi bangsa Indonesia
yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara (Poespowardojo, 1991: 46).
Menurut Oesman dan Alfian (1991: 6), bahwa bagi
suatu bangsa dan negara Ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah
kebangsaan dan kenegaraan. Oleh karena itu, Ideologi mereka menjawab secara
meyakinkan pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan
mendirikan negara. Sejalan dengan itu Ideologi adalah landasan dan sekaligus
tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mereka dengan
berbagai dimensinya.Sebagai Ideologi nasional Pancasila mengandung sifat itu.
Pancasila
dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa
segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan
hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dalam gerak
pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila (Bakry,
1985: 42).
Menurut Poespowardojo (1991: 48) Ideologi
mempunyai beberapa fungsi, yakni memberikan :
a.
Struktur
kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk
memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya;
b.
Orientasi dasar
dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam
kehidupan manusia;
c.
Norma-norma
yang menjadi pedoman dan pandangan hidup seseorang untuk melangkah dan bertindak;
d.
Bekal dan jalan
bagi seseorang untuk menemukan identitasnya;
e.
Kekuatan yang
mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuan;
f.
Pendidikan bagi
seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan
tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung
di dalamnya.
Poespowardojo (1991: 51) lebih lanjut
menguraikan bahwa Pancasila sebagai Ideologi memiliki tiga fungsi utama, yaitu
:
a.
Pancasila
sebagai Ideologi persatuan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang
heterogen, serba kemajemukan, terdiri dari berbagai suku bangsa.Masyarakat
Indonesia bersifat multi etnis, multi religius, dan multi Ideologis.Peranan
Pancasila yang menonjol sejak permulaan penyelenggaraan negara Republik
Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi
bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri sendiri.
Berdasarkan situasi bangsa yang demikian, maka
masalah pokok yang pertama-tama harus diatasi pada masa awal kemerdekaan adalah
bagaimana menggalang persatuan dan kekuatan bangsa yang sangat dibutuhkan untuk
mengawali penyelenggaraan negara. Dengan perkataan lain Nation and Character
Building merupakan prasyarat dan tugas utama yang harus dilaksanakan. Dalam
konteks politik inilah Pancasila dipersepsikan sebagai Ideologi persatuan.
Pancasila diharapkan mampu memberikan jaminan akan terwujudnya misi politik itu
karena merupakan hasil rujukan nasional, dimana masing-masing kekuatan sosial
masyarakat merasa terikat dan ikut bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan
negaranya. Dengan demikian pancasila berfungsi pula sebagai acuan bersama, baik
dalam memecahkan perbedaan serta pertentangan politik diantara golongan dan
kekuatan politik, maupun dalam memagari seluruh unsur dan kekuatan politik
untuk bermain di dalam lapangan yang disediakan oleh Pancasila dan tidak
melanggar dengan keluar pagar (Poespowardojo, 1991: 52)
b.
Pancasila
sebagai Ideologi pembangunan
Dalam penyelenggaran hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara Pancasila semakin jelas disadari sebagai etika sosial
yang mampu memberikan kaedah-kaedah penting bagi pembangunan yang sedang
dilaksanakan.
Pancasila bukan saja berfungsi sebagai pagar
atau wasit dalam percaturan politik, melainkan memberikan orientasi dalam
pembangunan, wawasan ke depan dengan konsep-konsep yang secara substansial di
eksplisitasikan dari nilai-nilai dasar dari lima sila.
Menurut Husodo (2006: 16) keberhasilan
Pancasila sebagai suatu Ideologi, akan diukur dari terwujudnya kemajuan yang
pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang mantap dari seluruh rakyat
Indonesia. Negara kita yang belum mampu meningkatkan kualitas hidup rakyat,
telah pula menjadi penyebab merosotnya kepercayaan sebagian masyarakat pada
Ideologi negara Pancasila.
c.
Pancasila
sebagai Ideologi terbuka
Untuk menjawab tantangan bangsa Indonesia yang
semakin kompleks, maka Pancasila perlu tampil sebagai Ideologi terbuka, karena
ketertutupan hanya membawa kepada kemandegan.Keterbukaan bukan berarti mengubah
nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara lebih
konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan
masalah-masalah baru.
Menurut Alfian (1991: 92) kekuatan suatu Ideologi
tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh Ideologi itu sendiri,
yakni :
a.
Dimensi
realitas, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Ideologi tersebut
secara riil berakar dalam dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama
karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman
sejarahnya.
b.
Dimensi
Idealisme, bahwa nilai-nilai dasar Ideologi tersebut mengandung Idealisme yang
memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam
praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.
c.
Dimensi
fleksibilitas/ dimensi pengembangan, artinya Ideologi tersebut memiliki
keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran
baru yang relevan dengan Ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.[4]
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
Aliran pikiran perseorangan atau
individualistik.Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa negara adalah masyarakat
hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua individu dalam masyarakat
itu (kontrak sosial).Menurut aliran pikiran ini, kepentingan harkat dan
martabat individu dijunjung tinggi sehingga masyarakat tiada lebih dari jumlah
para anggotanya saja tanpa ikatan nilai tersendiri. Hak dan kebebasan seseorang
hanya dibatasi oleh hak yang sama yang dimiliki oleh orang lain, bukan oleh
kepentingan masyarakat seluruhnya.
Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang
melekat pada manusia sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh
siapapun termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Paham
liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar kebebasan dan kepentingan pribadi yang
menuntut kebebasan individu secara mutlak, yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan
hidup ditengah-tengah kekayaan materiil yang melimpah dan dicapai dengan
bebas.Paham liberalisme selalu mengaitkan aliran pikirannya dengan hak asasi
manusia yang menyebabkan paham tersebut memiliki daya tarik yang kuat
dikalangan masyarakat tertentu. (aliran pikiran perseorangan/individualistik
diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Herbert
Spencer, dan Harold J. Laski.)
b.
Komunisme
Aliran pikiran golongan (class theory) yang
diajarkan oleh Karl Marx, Engels, dan Lenin pada mulanya merupakan kritik Karl
Marx atas kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada awal revolusi industri.
Aliran pikiran ini beranggapan bahwa negara
adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Golongan ekonomi
kuat menindas ekonomi lemah.Golongan borjuis menindas golongan proletar (kaum
buruh).Karena itu Marx menganjurkan agar kaum buruh mengadakan revolusi politik
untuk merebut kekuasaan negara dari golongan kaya kapitalis dan borjuis agar
kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur negara.Aliran pikiran ini erat
hubungannya dengan aliran materialistik.Aliran pikiran ini sangat menonjolkan
penggolongan, pertentangan antargolongan, konflik, kekerasan atau revolusi, dan
perebutan kekuasaan negara.
Operasionalisasi pikiran-pikiran Karl Marx
tentang sosial, ekonomi, dan politik, yang kemudian disistematisasikan oleh
Frederick Engels dan ditambah dengan pemikiran Lenin terutama dalam hal
pengorganisasian, menjadi landasan dari paham komunisme.
Sesuai dengan aliran pikiran yang melandasi
komunisme, dalam upaya merebut atau mempertahankan kekuasaan komunisme akan :
1.
Menciptakan
situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan.
2.
Ajaran komunis
bersifat atheis, tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan didasarkan
pada kebendaan (materialistik). Bahkan agama dinyatakan sebagai racun bagi
kehidupan bermasyarakat.
3.
Masyarakat
komunis bercorak internasional. Masyarakat yang dicita-citakan oleh komunis
adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional.
Hal ini tercermin dalam seruan Marx yang terkenal “ kaum buruh di seluruh dunia
bersatulah!” komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme.
4.
Masyarakat
komunis yang dicita-citakan adalah masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa
kelas dianggap masyarakat yang dapat memberikan suasana hidup yang aman dan
tentram, tanpa pertentangan, tanpa hak milik pribadi atas alat produksi, dan
tanpa pembagian kerja.
Perombakan masyarakat hanya dapat dilaksanakan
melalui revolusi. Setelah revolusi berhasil, hanya kaum proletar yang akan
memegang tampuk pimpinan kekuasaan negara dan menjalankan pemerintahan secara
diktatur mutlak (diktatur proletariat).[5]
c.
Fasisme
Fasisme merupakan sebuah ideologi yang berusaha
menghidupkan kembali kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dari negara dengan
berlandaskan pada asas nasionalisme yang tinggi, dengan ciri-ciri :
a.
Tidak setuju
dengan kemapanan yang anti perubahan (konservatisme);
b.
Selalu
mengangkat kembali kenangan kejayaan masa lalu;
c.
Selalu muncul
ketika negara mengalami krisis.
Berdasarkan pendapat Darmodiharjo (1984: 75)
Fasisme yang berkembang di Jerman menjadi Naziisme, memiliki beberapa ciri
khas, antara lain :
a.
Rasialisme,
pengikut Ideologi ini tidak bebas berpikir terhadap Ideologi itu sendiri. Semua
orang harus tunduk pada pikiran yang telah diletakkan oleh Ideologi.Dogma yang
diletakkan oleh pelaksana Ideologi, baik di Jerman maupun di Italia harus
diikuti dengan patuh tanpa kritik dari manapun datangnya.
b. Diktator, ajaran ini dogmatis, kritik dianggap
suatu kejahatan. Perlawanan terhadap ajaran dan kekuasaan pemerintah
dimusnahkan dengan cara kekerasan. Cara-cara demokratis tidak
dikenal.Pemerintahan dikuasai oleh sekelompokkecil orang.Pemerintahan dikuasai
oleh partai penguasa dengan kekuasaan yang besar sekali.
c.
Imperialisme,
atas dasar Ideologi mereka melakukan penguasaan atas bangsa lain. Akibatnya
imperialisme adalah suatu akibat logis dari paham yang rasialistis.
Semboyan Fasisme, adalah “ Crediere, Obediere,
Combattere” (yakinlah, tunduklah, berjuanglah). Berkembang di Italia, antara
tahun 1922-1943. Setelah Benito Musolini terbunuh tahun 1943, fasisme Italia
berakhir.Demikian pula Nazisme di Jerman.Namun, sebagai suatu bentuk Ideologi,
fasisme tetap ada.Fasisme banyak kemiripannya dengan teori pemikiran
Machiavelistis dari Niccolo Machiavelli, yang menegaskan bahwa negara dan
pemerintah perlu bertindak keras agar “ditakuti” oleh rakyat. Fasisme di Italia
(=Nazisme di Jerman), sebagai system pemerintahan otoriter diktator memang
berhasil menyelamatkan Italia pada masa itu (1922-1943) dari anarkisme dan dari
komunisme. Walaupun begitu kenyataannya adalah, bahwa fasisme telah
menginjak-injak demokrasi dan hak asasi. Beberapa ciri fasisme adalah :
1.
Inti pemikiran
: negara diperlukan untuk mengatur masyarakat;
2.
Filsafat :
rakyat diperintah dengan cara-cara yang membuat mereka takut dan dengan
demikian patuh kepada pemerintah. Lalu, pemerintah yang mengatur segalanya
mengenai apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan oleh rakyat;
3.
Landasan
pemikiran : suatu bangsa perlu mempunyai pemerintahan yang kuat dan berwibawa
sepenuhnya atas berbagai kepentingan rakyat dan dalam hubungannya dengan
bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, kekuasaan negara perlu dipegang koalisi
sipil dengan militer yaitu partai yang berkuasa (Fasis di Italia, Nazi di
Jerman, Peronista di Argentina) bersama-sama pihak angkatan bersenjata;
d.
Paham Agama
Ideologi bersumber dari falsafah agama yang
termuat dalam kitab suci agama.Negara membina kehidupan keagamaan umat.Negara bersifat
spiritual religius. Dalam bentuk lain, negara melaksanakan hukum agama dalam
kehidupannya. Negara berdasarkan agama.[7]
e.
Radikalisme
Kalau Liberalisme mengenal dan memberikan nilai
tertinggi pada kebebasan individu, maka dalam Radikalisme berkembang terutama
dalam konfrontasi dengan Liberalisme, tapi Radikalisme sendiri mempunyai
akar-akar yang tua.Pada zaman pertengahan banyak terdapat berbagai macam
gerakan-gerakan radikal yang mengadakan protes terhadap tata masyarakat, karena
tatanan ini ditandai oleh tidak adanya kesamaan.Tapi gerakan-gerakan itu
bersifat keagamaan yang kebanyakan memperoleh pengikut-pengikut yang jumlahnya
kecil diantara orang-orang miskin dan tokoh-tokoh marginal di dalam masyarakat
menjelang akhir zaman pertengahan. Gerakan ini menaruh harapan yang kuat
terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang di bumi yang di tandai dengan
kedamaian serta keadilan. Radikalisme ini mengkritik tajam terhadap tata
masyarakat dimana terdapat begitu banyak ketidakadilan dan kemiskinan.Menurut
Radikalisme ini orang-orang kaya mempunyai kesalahan yang cukup besar.Oleh
karena itu tidaklah heran jika kelompok ini sangat memusuhi para bangsawan.
f.
Konservatisme
Kalau Radikalisme dengan penuh harapan
memandang ke masa depan yang indah, maka konservatisme melihat dengan rasa
nostalgia ke masa lalu. Paham ini baru timbul setelah Ideologi Liberalisme dan
Radikalisme, dan dibangkitkan oleh dua revolusi yang dengan sangat jelas
bermaksud hendak memutuskan diri dengan masa lampau.Menurut kaum konservatif,
revolusi-revolusi itu merupakan suatu klimaks perkembangan-perkembangan yang
menyedihkan yang telah berlangsung sejak menjelang akhir zaman pertengahan.Yang
dimaksud ialah pertumbuhan individualisme yang merusak, reformasi, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknik, kepercayaan kepada diri sendiri yang tak terbatas
yang hanya merupakan pernyataan kecongkakan yang tidak pada tempatnya. Pendek
kata, kaum konservatif sama sekali tidak suka kepada masyarakat industri
modern. Sedangkan masyarakat zaman pertengahan merupakan masyarakat ideal
mereka. Mereka sangat membela segala-galanya yang ditolak oleh kaum
revolusioner dan oleh para filsuf pencerahan.[8]
g.
Ideologi
Pancasila
Bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku dan
kebudayaan, dengan ideologi Pancasila dapat hidup serasi, persatuan dan
kesatuan bangsa dapat dijaga.Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Negara memberikan kebebasan kepada warga
negaranya untuk memilih agama dan beribadat sesuai dengan keeyakinannya.Di
negara Indonesia manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Bangsa Indonesia hendaknya menempatkan
persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas
kepentingan pribadi dan golongan. Nilai-nilai demokrasi dijunjung tinggi,
sehingga tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada pihak yang lain. Disamping
itu juga dikembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan guna menciptakan keadilan sosial
dalam masyarakat Indonesia.
3.
Makna dan
Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Dalam menjabarkan nilai-nilai dasar Pancasila
menjadi semakin operasional dan dengan demikian semakin menunjukkan fungsinya
bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dewasa
ini, perlu diperhatikan beberapa dimensi yang menunjukkan ciri khas dalam
orientasi Pancasila.Menurut Pospowardojo (1991: 59-60) ada tiga dimensi
sekurang-kurangnya.
a.
Dimensi
Teologis, yang menunjukkan bahwa pembangunan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan
cita-cita proklamasi 1945. Hidup bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi
tergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan usaha manusia. Dengan demikian
dimensi ini menimbulkan dinamika dalam kehidupan bangsa. Kehidupan
manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah yang tergantung pada kekuatan
produksi, sebagaimana dikemukakan pandangan Marxisme.Manusia terlalu tinggi
derajatnya untuk sepenuhnya ditentukan semata-mata oleh faktor-faktor
ekonomi.Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai semangat dan mempunyai niat atau
pun tekad.Oleh karena manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, niat maupun
tekadnya itu ke dalam kenyataan dengan daya kreasinya.
b.
Dimensi Etis,
ciri ini menunjukkan bahwa dalam Pancasila manusia dan martabat manusia
kedudukan yang sentral. Seluruh proses pembangunan diarahkan untuk mengangkat
derajat manusia, melalui penciptaan mutu kehidupan yang manusiawi. Ini berarti
bahwa pembangunan, yang manusiawi harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Di lain pihak manusia pun di tuntut untuk bertanggung
jawab atas usaha dan pilihan yang ditentukannya. Dimensi Etis menuntut
pembangunan yang bertanggung jawab.
c.
Dimensi
integral-integratif, dimensi ini menempatkan manusia tidak secara individualis,
melainkan dalam konteks strukturnya. Manusia adalah pribadi, namun juga merupakan
relasi. Oleh karena itu , manusia harus dilihat dari keseluruhan sistem, yang
meliputi masyarakat, dunia dan lingkungannya. Pembangunan diarahkan bukan saja
kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan kualitas
strukturnya.Hanya dengan wawasan yang utuh demikian itu keseimbangan hidup bisa
terjamin.
Bakry (1985: 42) mengemukakan bahwa Pancasila
dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa
segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan
hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dengan gerak
pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila.
Sesuai dengan semangat yang terbaca dalam
pembukaan UUD 1945, Ideologi Pancasila yang merupakan dasar negara itu
berfungsi dalam manggambarkan tujuan negara RI maupun dalam proses pencapaian
tujuan negara yang secara material dirumuskan sebagai “melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah
kepada terwujudnya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sesuai dengan
semangat dan nilai-nilai Pancasila. Demikian pula proses pencapaian tujuan
tersebut dan perwujudannya melalui perencanaan, kebijaksanaan dan keputusan
politik harus tetap memperhatikan dan bahkan merealisasikan dimensi-dimensi
yang mencerminkan watak dan ciri Pancasila (Poespowardojo, 1991: 45-46)[9]
KESIMPULAN
Dari uraian di
atas dapat di ambil kesimpualan :
1.
Ideologi
berasal dari kata “idea” dari bahasa Yunani “eidos”, yang berarti
“gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan logos yang berarti ilmu.
kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya bentuk. Ada lagi kata
“idein” yang artinya melihat.Secara harfiah, Ideologi dapat diartikan ilmu
pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang
pengertian-pengertian dasar.
Secara umum Ideologi adalah seperangkat gagasan
atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu
sistem yang teratur. Dalam Ideologi terkandung tiga unsur, yaitu :
a.
Adanya suatu
penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
b.
Memuat
seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
c.
Memuat suatu
orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.
Makna Ideologi Pancasila adalah sebagai
keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bagi bangsa Indonesia
yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
2.
Macam-macam
Ideologi
a.
Liberalisme
b.
Komunisme
c.
Fasisme
d.
Paham Agama
e.
Radikalisme
f.
Konservatisme
g.
Ideologi
Pancasila
3.
Pancasila
dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa
segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan
hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dengan gerak
pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Effendy H.A.M..
1995. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo Press bekerja
sama dengan CV. Cendekia Press Semarang.
2.
Taniredja,
Tukiran, dkk. 2012. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa.
Bandung : ALFABETA.
3.
Sumarsono, S.
Dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
4.
Ubaidillah, A.
Dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani.
Jakarta : IAIN Jakarta Press.
[1]
Prof. H.A.M.
Effendy, S.H.. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo Press
bekerja sama dengan CV. Cendekia Press Semarang. 1995. Hlm. 37.
[2]
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 81-82.
[3]
A.
Ubaidillah. Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani.
Jakarta : IAIN Jakarta Press. 2000. Hlm. 17-18.
[4]
Prof. Dr. H.
Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd..
Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012.
Hlm. 83-85.
[5]
Drs. S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hlm. 111-112.
[6] Prof. Dr. H.
Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd..
Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012.
Hlm. 87-89.
[7]
Drs. S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hlm. 112-113.
[8]
A. Ubaidillah.
Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN
Jakarta Press. 2000. Hlm. 21-22.
[9]
Prof.
Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli,
M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
2012. Hlm. 90-91.
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Comment Dan Share Setelah Membaca :)