Saturday, 2 November 2013

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


Compiled by: Andika Maulana


PENDAHULUAN

Tujuan mencantumkan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945 sejak semula adalah dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Karena landasan ini merupakan yang terpenting / tertinggi di Indonesia, maka Pancasila merupakan sumbernya segala sumber hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.Oleh karena itu bagi para Pejabat Pemerintah, Pancasila harus dijadikan pegangan pokok dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dan merupakan sumber pokok dalam mengatur kehidupan masyarakat pada umumnya.

  Dilihat dari materinya, maka Pancasila ini bukan merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia, karena ia digali dari adat istiadat dan pandangan hidup bangsa dan telah merupakan jiwa dan kepribadian bangsa, karena unsur-unsurnya telah berabad-abad lamanya terdapat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila adalah pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa, yang sekaligus juga merupakan tujuan hidup bangsa Indonesia.

Dilihat dari proses penyusunannya, maka Pancasila ini merupakan perjanjian luhur dari segenap rakyat Indonesia, yang telah disepakati oleh para wakilnya menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan telah diuji kebenaran dan kesaktiannya dalam mengatasi segala bentuk kehidupan masyarakat yang beraneka ragam, sehingga Pancasila ini juga merupakan sarana yang sangat baik dalam mempersatukan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.[1]

Itulah sekilas gambaran Pancasila sebagai Dasar Negara, atau sering disebut sebagai dasar Falsafah Negara, atau sering disebut juga sebagai Ideologi Negara. Pada Makalah kali kami akan membahas lebih detail lagi tentang Pancasila Sebagai Ideologi Nasional yang Insya Allah akan kami sistematiskan pembahasannya dalam bab dua. 


POKOK PEMBAHASAN

1.      Pengertian dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara
a.       Pengertian Ideologi
b.      Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara

2.      Macam-macam Ideologi
a.       Liberalisme
b.      Komunisme
c.       Fasisme
d.      Paham Agama
e.       Radikalisme
f.       Konservatisme
g.      Ideologi Pancasila

3.      Makna dan Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara


PEMBAHASAN

1.    Pengertian dan Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara

a.       Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata  “idea” dari bahasa Yunani “eidos”, yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan logos yang berarti ilmu. kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya bentuk. Ada lagi kata “idein” yang artinya melihat.Secara harfiah, Ideologi dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.

Pengertian lain secara harfiah, Ideologi berarti “ a system of idea” suatu rangkaian ide yang terpadu menjadi satu. Dalam penggunaannya, istilah ini dipakai secara khas dalam bidang politik untuk menunjukkan “seperangkat nilai yang terpadu, berkenaan dengan hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara”.

Secara umum Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam Ideologi terkandung tiga unsur, yaitu:
1.      Adanya suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
2.      Memuat seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
3.      Memuat suatu orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.[2]

Ideologi dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang mempunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka. Akan tetapi, sebagaimana kita ketahui, dalam realitanya suatu masyarakat mempunyai berbagai macam kelompok kepentingan yang dilahirkan oleh adanya perbedaan-perbedaan sosial, ekonomi, agama atau entah apalagi.Masing-masing kelompok sosial ini biasanya mempunyai pula pandangan atau sistem nilai tertentu yang mereka pegang sebagai landasan dalam usaha mereka untuk memajukan kepentingan-kepentingan mereka yang spesifik.Pandangan atau sistem nilai yang seperti ini mungkin dapat dianggap sebagai sub-Ideologi. Dengan demikian, bila mana diteliti dengan cermat akan terlihat bahwa di dalam suatu Ideologi tertentu tercermin sejumlah sub-Ideologi. Disini Ideologi tampak sebagai jelmaan dari hasil suatu konsensus bersama dari berbagai kelompok atau golongan kepentingan.

Professor Lowenstein pernah berkata “Ideologi adalah suatu penyelarasan dan penggabungan pola pemikiran dan kepercayaan, atau pemikiran bertukar menjadi kepercayaan, penerangan sikap manusia tentang hidup dan kehadirannya dalam masyarakat dan mengusulkan suatu kepemimpinan dan memperseimbangkannya berdasarkan pemikiran dan kepercayaan itu.”

Apabila jalan pemikiran ini kita ikuti, maka salah satu dimensi dari Ideologi adalah pencerminan realita yang hidup dalam masyarakat dimana ia muncul buat pertama kalinya, paling kurang realita pada saat-saat kelahirannya itu. Dengan perkataan lain, Ideologi merupakan gambaran tentang sejauh mana suatu masyarakat berhasil memahami dirinya sendiri. Kalau begitu, daya tahan suatu Ideologi antara lain tergantung pada tinggi atau rendahnya kemampuan intelektual mereka yang melahirkannya dalam meneliti dan menganalisa masyarakatnya secara obyektif. Kalau kemampuan itu tinggi, maka Ideologi  yang lahir akan mempunyai relevansi yang kuat dengan jiwa dan kehidupan masyarakatnya, dan sebaliknya.

Dimensi lain dari Ideologi adalah lukisan tentang kemampuannya memberikan harapan kepada berbagai kelompok, atau golongan yang ada pada masyarakat untuk mempunyai kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun masa depan yang lebih cerah. Dimensi ini dapat disebut sebagai unsur Idealisme dari Ideologi. Dalam hal ini, Idealisme dapat dianggap sebagai motor penggerak yang membangkitkan hasrat anggota-anggota masyarakat untuk hidup bersama dan bersatu, menggairahkan partisipasi mereka kedalam usaha-usaha bersama seperti pembangunan.[3]

b.      Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara

Makna Ideologi Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bagi bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Poespowardojo, 1991: 46).

Menurut Oesman dan Alfian (1991: 6), bahwa bagi suatu bangsa dan negara Ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah kebangsaan dan kenegaraan. Oleh karena itu, Ideologi mereka menjawab secara meyakinkan pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan dengan itu Ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya.Sebagai Ideologi nasional Pancasila mengandung sifat itu.

Pancasila dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dalam gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila (Bakry, 1985: 42).

Menurut Poespowardojo (1991: 48) Ideologi mempunyai beberapa fungsi, yakni memberikan :
a.       Struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya;
b.      Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia;
c.       Norma-norma yang menjadi pedoman dan pandangan hidup seseorang untuk melangkah dan bertindak;
d.      Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya;
e.       Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan;
f.       Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan  tingkah lakunya  sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

Poespowardojo (1991: 51) lebih lanjut menguraikan bahwa Pancasila sebagai Ideologi memiliki tiga fungsi utama, yaitu :

a.       Pancasila sebagai Ideologi persatuan

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen, serba kemajemukan, terdiri dari berbagai suku bangsa.Masyarakat Indonesia bersifat multi etnis, multi religius, dan multi Ideologis.Peranan Pancasila yang menonjol sejak permulaan penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang berkepribadian dan percaya pada diri sendiri.

Berdasarkan situasi bangsa yang demikian, maka masalah pokok yang pertama-tama harus diatasi pada masa awal kemerdekaan adalah bagaimana menggalang persatuan dan kekuatan bangsa yang sangat dibutuhkan untuk mengawali penyelenggaraan negara. Dengan perkataan lain Nation and Character Building merupakan prasyarat dan tugas utama yang harus dilaksanakan. Dalam konteks politik inilah Pancasila dipersepsikan sebagai Ideologi persatuan. Pancasila diharapkan mampu memberikan jaminan akan terwujudnya misi politik itu karena merupakan hasil rujukan nasional, dimana masing-masing kekuatan sosial masyarakat merasa terikat dan ikut bertanggung jawab atas masa depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian pancasila berfungsi pula sebagai acuan bersama, baik dalam memecahkan perbedaan serta pertentangan politik diantara golongan dan kekuatan politik, maupun dalam memagari seluruh unsur dan kekuatan politik untuk bermain di dalam lapangan yang disediakan oleh Pancasila dan tidak melanggar dengan keluar pagar (Poespowardojo, 1991: 52)

b.      Pancasila sebagai Ideologi pembangunan

Dalam penyelenggaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pancasila semakin jelas disadari sebagai etika sosial yang mampu memberikan kaedah-kaedah penting bagi pembangunan yang sedang dilaksanakan.

Pancasila bukan saja berfungsi sebagai pagar atau wasit dalam percaturan politik, melainkan memberikan orientasi dalam pembangunan, wawasan ke depan dengan konsep-konsep yang secara substansial di eksplisitasikan dari nilai-nilai dasar dari lima sila.

Menurut Husodo (2006: 16) keberhasilan Pancasila sebagai suatu Ideologi, akan diukur dari terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang mantap dari seluruh rakyat Indonesia. Negara kita yang belum mampu meningkatkan kualitas hidup rakyat, telah pula menjadi penyebab merosotnya kepercayaan sebagian masyarakat pada Ideologi negara Pancasila.


c.       Pancasila sebagai Ideologi terbuka

Untuk menjawab tantangan bangsa Indonesia yang semakin kompleks, maka Pancasila perlu tampil sebagai Ideologi terbuka, karena ketertutupan hanya membawa kepada kemandegan.Keterbukaan bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk memecahkan masalah-masalah baru.

Menurut Alfian (1991: 92) kekuatan suatu Ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang dimiliki oleh Ideologi itu sendiri, yakni :
a.       Dimensi realitas, bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam Ideologi tersebut secara riil berakar dalam dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari budaya dan pengalaman sejarahnya.
b.      Dimensi Idealisme, bahwa nilai-nilai dasar Ideologi tersebut mengandung Idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya.

c.       Dimensi fleksibilitas/ dimensi pengembangan, artinya Ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan Ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat atau jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.[4]

2.      Macam-macam Ideologi 

a.       Liberalisme

Aliran pikiran perseorangan atau individualistik.Aliran pikiran ini mengajarkan bahwa negara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontrak semua individu dalam masyarakat itu (kontrak sosial).Menurut aliran pikiran ini, kepentingan harkat dan martabat individu dijunjung tinggi sehingga masyarakat tiada lebih dari jumlah para anggotanya saja tanpa ikatan nilai tersendiri. Hak dan kebebasan seseorang hanya dibatasi oleh hak yang sama yang dimiliki oleh orang lain, bukan oleh kepentingan masyarakat seluruhnya.

Liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk penguasa, kecuali atas persetujuan yang bersangkutan. Paham liberalisme mempunyai nilai-nilai dasar kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak, yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup ditengah-tengah kekayaan materiil yang melimpah dan dicapai dengan bebas.Paham liberalisme selalu mengaitkan aliran pikirannya dengan hak asasi manusia yang menyebabkan paham tersebut memiliki daya tarik yang kuat dikalangan masyarakat tertentu. (aliran pikiran perseorangan/individualistik diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski.)

b.      Komunisme

Aliran pikiran golongan (class theory) yang diajarkan oleh Karl Marx, Engels, dan Lenin pada mulanya merupakan kritik Karl Marx atas kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada awal revolusi industri.

Aliran pikiran ini beranggapan bahwa negara adalah susunan golongan (kelas) untuk menindas kelas lain. Golongan ekonomi kuat menindas ekonomi lemah.Golongan borjuis menindas golongan proletar (kaum buruh).Karena itu Marx menganjurkan agar kaum buruh mengadakan revolusi politik untuk merebut kekuasaan negara dari golongan kaya kapitalis dan borjuis agar kaum buruh dapat ganti berkuasa dan mengatur negara.Aliran pikiran ini erat hubungannya dengan aliran materialistik.Aliran pikiran ini sangat menonjolkan penggolongan, pertentangan antargolongan, konflik, kekerasan atau revolusi, dan perebutan kekuasaan negara.

Operasionalisasi pikiran-pikiran Karl Marx tentang sosial, ekonomi, dan politik, yang kemudian disistematisasikan oleh Frederick Engels dan ditambah dengan pemikiran Lenin terutama dalam hal pengorganisasian, menjadi landasan dari paham komunisme.

Sesuai dengan aliran pikiran yang melandasi komunisme, dalam upaya merebut atau mempertahankan kekuasaan komunisme akan :

1.      Menciptakan situasi konflik untuk mengadu golongan-golongan tertentu serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
2.      Ajaran komunis bersifat atheis, tidak percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan didasarkan pada kebendaan (materialistik). Bahkan agama dinyatakan sebagai racun bagi kehidupan bermasyarakat.
3.      Masyarakat komunis bercorak internasional. Masyarakat yang dicita-citakan oleh komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Hal ini tercermin dalam seruan Marx yang terkenal “ kaum buruh di seluruh dunia bersatulah!” komunisme menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme.
4.      Masyarakat komunis yang dicita-citakan adalah masyarakat tanpa kelas. Masyarakat tanpa kelas dianggap masyarakat yang dapat memberikan suasana hidup yang aman dan tentram, tanpa pertentangan, tanpa hak milik pribadi atas alat produksi, dan tanpa pembagian kerja.

Perombakan masyarakat hanya dapat dilaksanakan melalui revolusi. Setelah revolusi berhasil, hanya kaum proletar yang akan memegang tampuk pimpinan kekuasaan negara dan menjalankan pemerintahan secara diktatur mutlak (diktatur proletariat).[5]

c.       Fasisme

Fasisme merupakan sebuah ideologi yang berusaha menghidupkan kembali kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dari negara dengan berlandaskan pada asas nasionalisme yang tinggi, dengan ciri-ciri :

a.       Tidak setuju dengan kemapanan yang anti perubahan (konservatisme);
b.      Selalu mengangkat kembali kenangan kejayaan masa lalu;
c.       Selalu muncul ketika negara mengalami krisis.

Berdasarkan pendapat Darmodiharjo (1984: 75) Fasisme yang berkembang di Jerman menjadi Naziisme, memiliki beberapa ciri khas, antara lain :
a.       Rasialisme, pengikut Ideologi ini tidak bebas berpikir terhadap Ideologi itu sendiri. Semua orang harus tunduk pada pikiran yang telah diletakkan oleh Ideologi.Dogma yang diletakkan oleh pelaksana Ideologi, baik di Jerman maupun di Italia harus diikuti dengan patuh tanpa kritik dari manapun datangnya.
b. Diktator, ajaran ini dogmatis, kritik dianggap suatu kejahatan. Perlawanan terhadap ajaran dan kekuasaan pemerintah dimusnahkan dengan cara kekerasan. Cara-cara demokratis tidak dikenal.Pemerintahan dikuasai oleh sekelompokkecil orang.Pemerintahan dikuasai oleh partai penguasa dengan kekuasaan yang besar sekali.
c.       Imperialisme, atas dasar Ideologi mereka melakukan penguasaan atas bangsa lain. Akibatnya imperialisme adalah suatu akibat logis dari paham yang rasialistis.

Semboyan Fasisme, adalah “ Crediere, Obediere, Combattere” (yakinlah, tunduklah, berjuanglah). Berkembang di Italia, antara tahun 1922-1943. Setelah Benito Musolini terbunuh tahun 1943, fasisme Italia berakhir.Demikian pula Nazisme di Jerman.Namun, sebagai suatu bentuk Ideologi, fasisme tetap ada.Fasisme banyak kemiripannya dengan teori pemikiran Machiavelistis dari Niccolo Machiavelli, yang menegaskan bahwa negara dan pemerintah perlu bertindak keras agar “ditakuti” oleh rakyat. Fasisme di Italia (=Nazisme di Jerman), sebagai system pemerintahan otoriter diktator memang berhasil menyelamatkan Italia pada masa itu (1922-1943) dari anarkisme dan dari komunisme. Walaupun begitu kenyataannya adalah, bahwa fasisme telah menginjak-injak demokrasi dan hak asasi. Beberapa ciri fasisme adalah :

1.      Inti pemikiran : negara diperlukan untuk mengatur masyarakat;
2.      Filsafat : rakyat diperintah dengan cara-cara yang membuat mereka takut dan dengan demikian patuh kepada pemerintah. Lalu, pemerintah yang mengatur segalanya mengenai apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan oleh rakyat;
3.      Landasan pemikiran : suatu bangsa perlu mempunyai pemerintahan yang kuat dan berwibawa sepenuhnya atas berbagai kepentingan rakyat dan dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, kekuasaan negara perlu dipegang koalisi sipil dengan militer yaitu partai yang berkuasa (Fasis di Italia, Nazi di Jerman, Peronista di Argentina) bersama-sama pihak angkatan bersenjata;
4.      Sistem pemerintahan (harus) otoriter.[6]

d.      Paham Agama

Ideologi bersumber dari falsafah agama yang termuat dalam kitab suci agama.Negara membina kehidupan keagamaan umat.Negara bersifat spiritual religius. Dalam bentuk lain, negara melaksanakan hukum agama dalam kehidupannya. Negara berdasarkan agama.[7]
e.       Radikalisme

Kalau Liberalisme mengenal dan memberikan nilai tertinggi pada kebebasan individu, maka dalam Radikalisme berkembang terutama dalam konfrontasi dengan Liberalisme, tapi Radikalisme sendiri mempunyai akar-akar yang tua.Pada zaman pertengahan banyak terdapat berbagai macam gerakan-gerakan radikal yang mengadakan protes terhadap tata masyarakat, karena tatanan ini ditandai oleh tidak adanya kesamaan.Tapi gerakan-gerakan itu bersifat keagamaan yang kebanyakan memperoleh pengikut-pengikut yang jumlahnya kecil diantara orang-orang miskin dan tokoh-tokoh marginal di dalam masyarakat menjelang akhir zaman pertengahan. Gerakan ini menaruh harapan yang kuat terhadap kerajaan Tuhan yang akan datang di bumi yang di tandai dengan kedamaian serta keadilan. Radikalisme ini mengkritik tajam terhadap tata masyarakat dimana terdapat begitu banyak ketidakadilan dan kemiskinan.Menurut Radikalisme ini orang-orang kaya mempunyai kesalahan yang cukup besar.Oleh karena itu tidaklah heran jika kelompok ini sangat memusuhi para bangsawan.

f.       Konservatisme

Kalau Radikalisme dengan penuh harapan memandang ke masa depan yang indah, maka konservatisme melihat dengan rasa nostalgia ke masa lalu. Paham ini baru timbul setelah Ideologi Liberalisme dan Radikalisme, dan dibangkitkan oleh dua revolusi yang dengan sangat jelas bermaksud hendak memutuskan diri dengan masa lampau.Menurut kaum konservatif, revolusi-revolusi itu merupakan suatu klimaks perkembangan-perkembangan yang menyedihkan yang telah berlangsung sejak menjelang akhir zaman pertengahan.Yang dimaksud ialah pertumbuhan individualisme yang merusak, reformasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknik, kepercayaan kepada diri sendiri yang tak terbatas yang hanya merupakan pernyataan kecongkakan yang tidak pada tempatnya. Pendek kata, kaum konservatif sama sekali tidak suka kepada masyarakat industri modern. Sedangkan masyarakat zaman pertengahan merupakan masyarakat ideal mereka. Mereka sangat membela segala-galanya yang ditolak oleh kaum revolusioner dan oleh para filsuf pencerahan.[8]

g.      Ideologi Pancasila

Bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku dan kebudayaan, dengan ideologi Pancasila dapat hidup serasi, persatuan dan kesatuan bangsa dapat dijaga.Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan nilai-nilai Pancasila.     

Negara memberikan kebebasan kepada warga negaranya untuk memilih agama dan beribadat sesuai dengan keeyakinannya.Di negara Indonesia manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.Bangsa Indonesia hendaknya menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Nilai-nilai demokrasi dijunjung tinggi, sehingga tidak dibenarkan memaksakan kehendak kepada pihak yang lain. Disamping itu juga dikembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong royongan guna menciptakan keadilan sosial dalam masyarakat Indonesia.

3.         Makna dan Peranan Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara

Dalam menjabarkan nilai-nilai dasar Pancasila menjadi semakin operasional dan dengan demikian semakin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah dan tantangan dewasa ini, perlu diperhatikan beberapa dimensi yang menunjukkan ciri khas dalam orientasi Pancasila.Menurut Pospowardojo (1991: 59-60) ada tiga dimensi sekurang-kurangnya.

a.       Dimensi Teologis, yang menunjukkan bahwa pembangunan mempunyai tujuan yaitu mewujudkan cita-cita proklamasi 1945. Hidup bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi tergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan usaha manusia. Dengan demikian dimensi ini menimbulkan dinamika  dalam kehidupan bangsa. Kehidupan manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah yang tergantung pada kekuatan produksi, sebagaimana dikemukakan pandangan Marxisme.Manusia terlalu tinggi derajatnya untuk sepenuhnya ditentukan semata-mata oleh faktor-faktor ekonomi.Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai semangat dan mempunyai niat atau pun tekad.Oleh karena manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, niat maupun tekadnya itu ke dalam kenyataan dengan daya kreasinya.

b.      Dimensi Etis, ciri ini menunjukkan bahwa dalam Pancasila manusia dan martabat manusia kedudukan yang sentral. Seluruh proses pembangunan diarahkan untuk mengangkat derajat manusia, melalui penciptaan mutu kehidupan yang manusiawi. Ini berarti bahwa pembangunan, yang manusiawi harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Di lain pihak manusia pun di tuntut untuk bertanggung jawab atas usaha dan pilihan yang ditentukannya. Dimensi Etis menuntut pembangunan yang bertanggung jawab.

c.       Dimensi integral-integratif, dimensi ini menempatkan manusia tidak secara individualis, melainkan dalam konteks strukturnya. Manusia adalah pribadi, namun juga merupakan relasi. Oleh karena itu , manusia harus dilihat dari keseluruhan sistem, yang meliputi masyarakat, dunia dan lingkungannya. Pembangunan diarahkan bukan saja kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan kualitas strukturnya.Hanya dengan wawasan yang utuh demikian itu keseimbangan hidup bisa terjamin.

Bakry (1985: 42) mengemukakan bahwa Pancasila dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dengan gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila.

Sesuai dengan semangat yang terbaca dalam pembukaan UUD 1945, Ideologi Pancasila yang merupakan dasar negara itu berfungsi dalam manggambarkan tujuan negara RI maupun dalam proses pencapaian tujuan negara yang secara material dirumuskan sebagai “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” harus mengarah kepada terwujudnya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera sesuai dengan semangat dan nilai-nilai Pancasila. Demikian pula proses pencapaian tujuan tersebut dan perwujudannya melalui perencanaan, kebijaksanaan dan keputusan politik harus tetap memperhatikan dan bahkan merealisasikan dimensi-dimensi yang mencerminkan watak dan ciri Pancasila (Poespowardojo, 1991: 45-46)[9]


KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat di ambil kesimpualan :
1.      Ideologi berasal dari kata  “idea” dari bahasa Yunani “eidos”, yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita” dan logos yang berarti ilmu. kata “eidos” berasal dari bahasa Yunani yang artinya bentuk. Ada lagi kata “idein” yang artinya melihat.Secara harfiah, Ideologi dapat diartikan ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas) atau ajaran tentang pengertian-pengertian dasar.

Secara umum Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. Dalam Ideologi terkandung tiga unsur, yaitu :

a.       Adanya suatu penafsiran atau pemahaman terhadap kenyataan;
b.      Memuat seperangkat nilai-nilai atau preskripsi moral; dan
c.       Memuat suatu orientasi suatu tindakan, Ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang termuat di dalamnya.

Makna Ideologi Pancasila adalah sebagai keseluruhan pandangan, cita-cita, keyakinan dan nilai bagi bangsa Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.      Macam-macam Ideologi
a.       Liberalisme
b.      Komunisme
c.       Fasisme
d.      Paham Agama
e.       Radikalisme
f.       Konservatisme
g.      Ideologi Pancasila

3.      Pancasila dinyatakan sebagai Ideologi negara Republik Indonesia dengan tujuan bahwa segala sesuatu dalam bidang pemerintahan ataupun semua yang berhubungan dengan hidup kenegaraan harus dilandasi dalam titik tolaknya, dibatasi dengan gerak pelaksanaannya, dan diarahkan dalam mencapai tujuannya dengan Pancasila.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Effendy H.A.M.. 1995. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo Press bekerja sama dengan CV. Cendekia Press Semarang.
2.      Taniredja, Tukiran, dkk. 2012. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA.
3.      Sumarsono, S. Dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
4.      Ubaidillah, A. Dkk. 2000. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Jakarta Press.




[1] Prof. H.A.M. Effendy, S.H.. Falsafah Negara Pancasila. Semarang : BP. IAIN Walisongo Press bekerja sama dengan CV. Cendekia Press Semarang. 1995. Hlm. 37.
[2] Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012. Hlm. 81-82.
[3] A. Ubaidillah. Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Jakarta Press. 2000. Hlm. 17-18.
[4] Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012. Hlm. 83-85.
[5] Drs. S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hlm. 111-112.
[6] Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012. Hlm. 87-89.
[7] Drs. S. Sumarsono, MBA, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 2006. Hlm. 112-113.
[8] A. Ubaidillah. Dkk. Pendidikan Kewargaan : Demokrasi, Ham & Masyarakat Madani. Jakarta : IAIN Jakarta Press. 2000. Hlm. 21-22.
[9] Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, M.M., Muhammad Afandi, M.Pd., Efi Miftah Faridli, M.Pd.. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa. Bandung : ALFABETA. 2012. Hlm. 90-91.

No comments:

Post a Comment

Jangan Lupa Comment Dan Share Setelah Membaca :)