Menjawab
Tantangan Krisis Multidimensional
Compiled by: Andika Maulana
A. PENDAHULUAN
Zaman ini ditandai oleh perubahan pesat dalam
banyak bidang kehidupan masyarakat.Perubahan itu membawa kemajuan maupun
kegelisahan pada banyak orang. Yang paling mencolok adalah bahwa komunikasi dan
informasi antar daerah dan antar bangsa berkembang begitu pesat, sehingga dunia
terasa semakin kecil.Orang bahkan sudah kerap melihat keadaan ruang angkasa,
yang dulu hanya dapat dibayangkan dan diimpikan.
Salah satu hal yang menggelisahkan adalah Masalah
Moral. Perubahan pesat dibanyak bidang menimbulkan banyak pertanyaan
sekitar moral. Banyak orang merasa tidak punya pegangan lagi tentang
norma kebaikan, terutama dibidang-bidang yang paling dilanda perubahan pesat. Norma-norma
lama terasa tidak meyakinkan lagi, atau bahkan dirasa usang dan tidak dapat
dijadikan pegangan sama sekali. Orang juga tidak dapat lari pada hati nurani,
karena hati nurani pun merasa tak berdaya menemukan kebenaran apabila
norma-norma yang biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba
tidak pasti.[1]
Dampak globalisasi yang terjadi saat ini
membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa.Padahal,
pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan
perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak. “Dari berbagai peristiwa saat
ini, mulai dari kasus pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, korupsi dan tindakan
kriminal lainnya, tentunya kita menjadi sadar betapa pentingnya
pendidikan karakter ditanamkan sejak dini”. Peristiwa tersebut menunjukkan
bahwa masyarakat ternyata mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya
mungkin belum pernah terbayangkan. Hal itu karena globalisasi telah membawa
kita pada “pemenuhan” materi sehingga terjadi ketidakseimbangan antara
pembangunan ekonomi dan tradisi kebudayaan masyarakat.[2]
B. POKOK PEMBAHASAN
1.
Realitas
Pendidikan Kita dan Dampaknya
2.
Pendidikan
Berkarakter Merupakan Solusi
3.
Lukmanul Hakim
dan Mutiara Hikmahnya dalam Membentuk Karakter
PEMBAHASAN
1.
Realitas
Pendidikan Kita dan Dampaknya
Krisis akhlak disebabkan oleh tidak efektifnya
pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, di sekolah, di luar rumah dan
sekolah).Karena itu, dewasa ini banyak komentar terhadap pelaksanaan pendidikan
nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan generasi muda bangsa menjadi warga
negara yang lebih baik.Memaknai hal tersebut reposisi, re-evaluasi, dan
redefinisi pendidikan nilai bagi generasi muda bangsa sangat diperlukan.
Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini
tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis
akhlak.Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi,
nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa
merajalela.Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian,
perusakan, perkosaan, minum-minuman keras, dan bahkan pembunuhan.Keadaan
seperti itu, terutama krisis akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan
atau kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda.
Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama
pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara
simultan dan seimbang.Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat
besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/ nilai dan prilaku
dalam pembelajarannya.Dunia pendidikan sangat meremehkan mata pelajaran yang
berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.
Disisi lain, tidak dimungkiri bahwa
pelajaran-pelajaran yang mengembangkan karakter bangsa seperti Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan (PPKn), Pendidikan Agama, Ilmu Pengetahuan Sosial dalam
pelaksanaan pembelajarannya lebih banyak menekankan pada aspek kognitif
daripada aspek afektif dan psikomotor. Di samping itu, penilaian dalam
mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan nilai belum secara total
mengukur sosok utuh pribadi siswa.
Memperhatikan hal-hal tersebut, terjadi gugatan
dan hujatan terhadap dunia pendidikan, kepada guru, dan terhadap proses
pembelajaran. Di samping itu, terjadi pembicaraan dan diskusi tentang perlunya
pemberian pembelajaran budi pekerti secara terpisah dari mata-mata pelajaran
yang sudah ada atau secara terintegrasi ke dalam mata-mata pelajaran yang sudah
ada (PPKn, Pendidikan Agama, dan sejenisnya) kepada para siswa sekolah dasar
pada khususnya. Oleh karena itu, reposisi, re-evaluasi dan redefinisi terhadap
“rumpun” pendidikan nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan kurikuler,
tujuan nasional pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi bangsa yang
berwatak luhur dapat tercapai. [3]
2.
Pendidikan
Berkarakter Merupakan Solusi
Barangkali tidak banyak yang menyadari bahwa
sistem pendidikan di Indonesia sebetulnya hanya menyiapkan para siswa untuk ke
jenjeng perguruan tinggi atau hanya untuk mereka yang memang mempunyai bakat
pada potensi akademik (ukuran IQ tinggi) saja.Hal ini terlihat dari bobot mata
pelajaran yang diarahkan kepada pengembangan dimensi akademik siswa yang sering
hanya diukur dengan kemampuan logika-matematika dan abstraksi (kemampuan bahasa,
menghapal, abstraksi atau ukuran IQ).Padahal, banyak potensi lainnya yang perlu
dikembangkan.Berdasarkan teori Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk,
potensi akademik hanyalah sebagian saja dari potensi-potensi lainnya.
Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa
dimanapun manusia di muka bumi ini, yang memiliki IQ di atas angka 120 tidak
lebih dari 10 persen jumlah penduduk. Sebaliknya, sebagian besar mereka
memiliki dimensi-dimensi lainnya, misalnya pekerjaan teknisi, musisi, manual
(motorik), artis, atau hal-hal lain yang sifatnya “lebih konkret”.Tantangannya
adalah apakah penduduk mayoritas ini sudah dipersiapkan untuk dapat bekerja
secara profesional sehingga dapat menghasilkan kehidupan yang
berkualitas?Padahal, kualitas kehidupan (termasuk kualitas produksi barang dan
jasa) sangat tergantung pada kualitas segmen penduduk yang mayoritas ini.
Menurut Thurow, dalam hal kualitas produksi,
negara AS kalah deengan jepang karena strategi pendidikan di jepang lebih
mementingkan bagaimana menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas dan
profesional, yang merupakan bagian terbesar dari penduduk. AS yang mementingkan
10 peresen siswa terpandai.Sebaliknya, strategi pendidikan jepang justru
menyiapkan 50 persen siswa terbawah (dalam skala IQ) untuk menjadi tenaga kerja
yang handal. Mereka yang sangat tinggi kemampuan akademisnya (yang populasinya
tidak lebih dari 15 persen), akan masuk ke jenjang perguruan tinggi setelah
menempuh ujian saringan perguruan tinggi yang sangat sulit. Dengan strategi
seperti ini, sistem pendidikan di Jepang terutama pendidikan dasar dianggap
relatif tidak sulit dan menyenangkan bagi anak-anak.
Bagaimana di Indonesia? Sistem pendidikan di
Indonesia justru menyiapkan seluruh siswa untuk dapat menjadi ilmuwan dan
pemikir (pilsuf).Seluruh mata pelajaran dirancang sedemikian rupa sulitnya
sehingga hanya dapat diikuti oleh 10 sampai 15 persen siswa terpandai saja atau
mereka yang mempunyai IQ diatas 115.Memang, beberapa siswa Indonesia bisa
berprestasi mendapatkan hadiah olimpiade, namun dapat dipastikan bahwa mereka
adalah bagian dari top 0.1 persen tingkat IQ tertinggi saja.Hal ini tentu
bukanlah cerminan dari kondisi seluruh siswa Indonesia.Sudah puluhan tahun
energi bangsa kita terbuang sia-sia untuk menciptakan manusia Indonesia yang
menguasai IPTEK dengan segala beban kurikulum yang luar biasa beratnya.
Padahal, jika potensi siswa yang ber-IQ 90 atau 100 diberikan pelajaran
tambahan berapa pun tidak akan bisa meningkatkan IQ-nya menjadi 120. Seandainya
energi kita lebih difokuskan pada bidang keterampilan untuk menyiapkan 85
persen penduduk agar mereka siap dan terampil bekerja secara profesional,
mencintai pekerjaannya dan berkomitmen pada kualitas produksi yang tinggi,
mungkin kondisi Indonesia tidak akan separah sekarang.
Apa yang telah dilakukan pemerintah (pemegang
dan pembuat kebijakan) selama ini, ternyata “membuahkan hasil”. Kualitas SDM
(Human Development Index) Indonesia “terjun bebas” berada dibawah Vietnam, atau
nomor 4 dari bawah (102 dari 106 negara).Hasil survei PERC di 12 negara juga
menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan terbawah, satu peringkat dibawah
Vietnam. Hal senada, hasil survei matematika di 38 negara Asia, Australia, dan
Afrika oleh TIMSS-R menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 34. Mengapa
kualitas SDM kita sedemikian buruknya? Salah satu “biang” atau sebab utamanya
adalah pemerintah kita sejak merdeka hingga kini tidak mempunyai visi dan
strategi yang jitu dalam membawa bangsa ini melesat jauh ke depan.[4]
3.
Lukmanul Hakim
dan Mutiara Hikmahnya Dalam Membentuk Karakter
Ungkapan-ungkapan Lukman patut dijadikan
teladan oleh siapapun pada zaman ini.Sistematika nasihatnya yang dikemas dengan
indah, tersusun dengan teratur dan di dukung oleh contoh dan budi pekerti yang
amat mulia sehingga terhujam kedalam hati.Ia mulai menaburkan nasihatnya dengan
tauhid mengesakan Allah, mengajak untuk mendekatkan diri kepada Allah
(beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang mulia (akhlak al-karimah).
Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT. :
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada
anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman (31) : 13)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa
syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi
siapa yang dikehendaki-Nya.Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh
ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa’ (04) : 48)
Syirik merupakan aniaya yang besar, karena
mengandung perbuatan menyamakan dalam masalah ibadah antara yang berhak
disembah dengan orang yang tidak mempunyai hak untuk disembah, antara Dzat
pemberi nikmat dengan orang yang diberi nikmat, antara Dzat yang Maha Kuat dengan
orang yang lemah tak berdaya, antara Dzat yang Maha Pencipta dengan orang yang
diciptakan.
Diriwayatkan, Putra Luqman bertanya kepada
ayahnya tentang biji-bijian yang jatuh di dasar lautan, apakah Allah akan
mengetahuinya? Luqman menjawab, sebagaimana dalam firman Allah :
“(Luqman berkata): "Hai anakku,
Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (QS.
Luqman (31) : 16)
(Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah
ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu bagaimana kecilnya)
Kemudian Luqman meneruskan wasiat kepada
putra-putranya untuk senantiasa memelihara dan memupuk rasa keimanan kepada
Allah dengan senantiasa mengadakan komunikasi dengan Allah melalui ibadah
sholat, mengerjakan yang baik dan mencegah yang mungkar dan bersabar atas
segala sesuatu yang menimpanya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”. (QS. Luqman (31) :
17)
Lebih lanjut Luqman mengingatkan putra-putranya
untuk menjaga, memelihara dan menampilkan akhlak yang mulia.Saling mengasihi
diantara mereka, tidak sombong dan angkuh, apalagi sampai membuang muka. Hal
ini digambarkan oleh firman-Nya :
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”. (QS. Luqman (31) : 18)
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. (QS. Luqman (31)
: 19)
(Maksudnya: ketika kamu berjalan, janganlah
terlampau cepat dan jangan pula terlalu lambat)
Yang mendapat perhatian utama Luqman adalah
hati sebagaimana nasihatnya yang diriwayatkan oleh khalid :
“khalid ar-Ruba’i berkata : Luqman itu seorang
hamba sahaya dari negeri Habsyi, lalu tuannya menyerahkan seekor kambing
kepadanya dan berkata : “sembelihlah kambing ini dan berikanlah untukku dua
potong daging yang paling baik!” lalu Luqman memberikan kepada tuannya itu
daging lidah dan daging hati. Kemudian tuannya menyerahkan lagi seekor kambing
lain dan berkata : “sembelihlah kambing ini dan berikanlah untukku dua potong
daging yang paling buruk!” lalu Luqman memberikan kepada tuannya daging lidah
dan daging hati. Lalu tuannya bertanya kepadanya tentang rahasia lidah dan hati
itu, seraya dijawabnya, “Tidak ada sesuatu yang paling baik daripada
kedua-duanya, apabila kedua-duanya itu baik dan tidak ada yang lebih buruk dari
kedua-duanya, apabila kedua-duanya itu buruk.”
“Wahai anakku, apabila rumahmu terjaga dan
gudangmu aman, maka berbahagialah engkau di dalam kehidupan dunia maupun
kehidupan akhiratmu nanti.” (yang dimaksud dengan rumah dan gudang itu adalah
hati dan lisan)
Luqman berkata kepada putranya, “Pilihlah
delapan macam perkataan para Nabi as;
1.
Apabila engkau
sedang melakukan shalat, maka peliharalah hatimu;
2.
Apabila engkau
sedang berada dalam rumah orang lain, maka peliharalah matamu;
3.
Apabila engkau
berada ditengah-tengah manusia, maka jagalah mulutmu;
4.
Apabila engkau
sedang berada dalam hidangan, maka peliharalah orang disekelilingmu;
5.
Ingatlah dua
hal dan lupakanlah dua hal pula. Adapun dua hal yang harus diingat ialah Allah
SWT dan mati, sedangkan dua hal yang harus dilupakan ialah kebaikanmu terhadap
orang lain dan kejelekan orang lain terhadap kamu.
Disamping itu pula ternyata Luqman al-Hakim
sangat piawai dalam menanamkan rasa percaya diri dan sikap istiqomah kepada
putra-putranya dalam beramal sholeh, ditengah-tengah terjangan badai yang
sangat besar. Hal ini patut ditiru oleh orang tua, guru pada saat ini ditengah
derasnya arus informasi yang susah dibendung, pergeseran budaya yang telah
merusak tatanan kehidupan, dan merebaknya peredaran obat-obat terlarang. Maka
nasihat Luqman yang membawa putranya terjun langsung dan merasakan bagaimana
sikap orang lain, teman dan lingkungannya terhadap prilaku yang dilakukan ia
dan Bapaknya.
Wahai anakku, “Kerjakanlah pekerjaan yang
membuat kamu shaleh dalam urusan agama dan duniamu dan teruskanlah bekerja demi
kepentingan itu hingga selesai. Janganlah engkau hiraukan orang lain, janganlah
engkau dengarkan tanggapan-tanggapan mereka dan maafkanlah mereka, sebab memang
tidak ada jalan untuk memuaskan mereka semua dan tidak ada cara untuk
menjinakkan mereka semua.”
Wahai anakku ambillah seekor keledai dan
lihatlah bagaimana tanggapan mereka, niscaya mereka tidak senang terhadap
seseorang selama-lamanya.Lalu putranya itu membawa keledai keharibaan
Luqman.Luqman menaiki keledai itu dan memerintahkan putranya untuk menuntun
keledai.Kemudian keduanya lewat didepan sekelompok banyak orang, tiba-tiba
mereka mengecam Luqman, seraya berkata, “Anak kecil itu berjalan kaki, sedangkan
orang yang besar itu naik diatas keledai, alangkah kejam dan kasarnya
dia!”Luqman bertanya kepada putranya, “bagaimana tanggapan orang, wahai
anakku?Lalu putranya memberitahukan kepada Luqman tentang tanggapan orang
tersebut.
Kemudian Luqman turun dan menuntun keledai itu,
sedangkan putranya menaikinya, lalu lewat dikeramaian tempat lain, tiba-tiba
mereka itu mencemoohkan putranya, seraya berkata, “anak muda itu menaiki
keledai, sedangkan orang tuanya berjalan kaki, alangkah jeleknya anak muda ini
dan betapa kurang ajarnya ia!” Luqman bertanya kepada putranya,”bagaimana
tanggapan orang wahai anakku?”Lalu putranya memberi tahukan kepada Luqman
tentang tanggapan orang tersebut, kemudian kedua-duanya sama-sama naik diatas
seekor keledai itu, berboncengan, lalu lewat ditempat lain lagi.Tiba-tiba orang
ditempat itu mencerca kedua-duanya, seraya berkata, “betapa kejamnya kedua
orang itu, mereka berdua berboncengan menaiki seekor keladai itu, padahal
mereka tidak sakit dan tidak pula lemah!”Luqman bertanya lagi kepada putranya,
bagaimana tanggapan orang?Lalu putranya memberitahukan kepada Luqman tentang
tanggapan orang tersebut.
Akhirnya Luqman dan putranya turun dari atas
keledai, mereka berdua berjalan kaki sambil menuntun keledai itu, dan lewat
ditempat lainnya.Tiba-tiba mereka mengecam juga, seraya berkata,
“Subhanallah...., seeokor himar itu berjalan, padahal ia sehat dan kuat dan dua
orang yang menuntunnya juga berjalan kaki, alangkah baiknya apabila salah
seorang naik diatasnya.Luqman bertanya kepada putranya, “bagaimana tanggapan
orang itu?Lalu putranya memberi tahu tentang tanggapan itu. Lalu Luqman
mengulangi nasihatnya, “Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu,
kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi shaleh dan janganlah
menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya menghendaki memberi
pelajaran kepadamu.”
Dan Luqman selalu mengingatkan kepada
putra-putranya bahwa iman, taqwa dan tawakkal adalah sebuah kesatuan yang akan
menyelamatkan manusia dalam meraih ridha Allah baik di dunia maupun di akhirat.
Wahai anakku, “ Dunia ini merupakan sebuah
lautan yang dalam, telah banyak orang-orang yang hanyut kedalamnya, maka
jadikanlah iman sebagai kapalmu di dunia ini, taqwa sebagai isinya, dan
tawakkal sebagai layarnya. Mudah-mudahan dengan demikian engkau bisa selamat
dan saya khawatir engkau tidak bisa selamat.”[5]
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan :
1.
Krisis akhlak
disebabkan oleh tidak efektifnya pendidikan nilai dalam arti luas (di rumah, di
sekolah, di luar rumah dan sekolah). Karena itu, dewasa ini banyak komentar
terhadap pelaksanaan pendidikan nilai yang dianggap belum mampu menyiapkan
generasi muda bangsa menjadi warga negara yang lebih baik.Memaknai hal tersebut
reposisi, re-evaluasi, dan redefinisi pendidikan nilai bagi generasi muda
bangsa sangat diperlukan.
2. Pada dasawarsa terakhir ini, krisis kepercayaan
diri bangsa Indonesia sudah cukup memprihatinkan. Berbagai tindakan negatif
banyak terjadi di berbagai daerah, mulai dari prilaku seks bebas, tawuran
pelajar dan mahasiswa, hingga maraknya kasus bunuh diri.Dunia pendidikan telah
memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan tujuan
utama pendidikan, yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
secara simultan dan seimbang.Terpuruknya bangsa Indonesia dewasa ini tidak
hanya disebabkan oleh krisis ekonomi, melainkan juga oleh krisis akhlak yang
berakar dari kurangnya penanaman pendidikan karakter.
3.
Ungkapan-ungkapan
Lukman patut dijadikan teladan oleh siapapun pada zaman ini. Sistematika
nasihatnya yang dikemas dengan indah, tersusun dengan teratur dan di dukung
oleh contoh dan budi pekerti yang amat mulia sehingga terhujam kedalam hati.Ia
mulai menaburkan nasihatnya dengan tauhid mengesakan Allah, mengajak untuk
mendekatkan diri kepada Allah (beribadah) dan menanamkan budi pekerti yang
mulia (akhlak al-karimah).
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadiwardoyo MSF, Purwa. 1990. Moral dan
Masalahnya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
2. Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan
KarakterMenjawab Tantangan Multidimensional.Jakarta : Bumi.
3. Majid, Abdul, S.Ag., M.Pd., Andayani, Dian,
S.Pd., M.Pd.. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
[1]
Dr.
Al. Purwa Hardiwaroyo MSF. Moral dan Masalahnya. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius. 1990. Hlm. 9.
[2] Masnur Muslich. Pendidikan KarakterMenjawab Tantangan
Multidimensional. Jakarta : Bumi aksara. 2011. Hlm. 1.
[3] Ibid. Hlm. 17-18.
[4] Ibid. Hlm. 21-22.
[5]
Abdul Majid, S.Ag. , M.Pd. ,
Dian Andayani, S.Pd., M.Pd.. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya. 2012. Hlm. 210-214.
No comments:
Post a Comment
Jangan Lupa Comment Dan Share Setelah Membaca :)